Dalam dua minggu ini kami dapat laporan dari temen-teman kami di daerah, jika warung kopinya “terpaksa” libur bahkan terpaksa bangkrut gara-gara kongsi jahat.
Konsepnya simpel, misal Retno punya ide, lalu joint sama Bu Martinah sang punya bangunan/gedung. Awal perjanjian bagi hasil akan dibagi rata, setelah biaya listrik, biaya bangunan dan segalanya. Hal itu berubah ketika warung kopinya rame. Tahun pertama rame tak ada masalah, tahun kedua sang pemilik tempat Bu martinah meminta bagi hasil lebih besar. Lantaran tempat milik dia dan dia juga nyumbang ide banyak.
Tak ada kesepakatan hitam putih diatas kertas membuat posisi retno tak kuat. Kalo mau keluar dari warung ini silahkan, atau gaji dikurangi…”kata yang punya tempat”.
Terlepas soal timbangan, biji kopi fresh dan single origin banyak…tapi kalo konflik begini biasanya runyam. Retno memilih keluar dr warung kopi dan hendak jualan sendiri, sedangkan Bu Martinah tetep kekeh kalo usaha ini jaya gara-gara ditempatnya.
Benang merahnya adalah ; Apapun itu jika berhubungan dengan uang dan bisnis,apalagi menyangkut orang banyak..baiknya bikin perjanjian hitam diatas putih. Kabar terbaru warung kopi Bu Martinah mulai sepi, yg ngelola beans dan distribusi kopi ga ada…terbaru jual green tea latte dan mulai merambah jual es degan.
Yah….semoga kasus ini jadi pelajaran banyak orang, lebih2 yg pengen buka warung kopi tapi ga ada dan..malah jatuhnya ribet.
Simpel, buka digarasi…beans fresh…pasti banyak yg cari…percayalah.
Klinik Kopi