Arabica Koto Baru Solok Sumatra Barat
Bu Nur.
Ingat masih di kepala kami, saat itu bertemu pertama kali dengan Bu Nur saat ada pertemuan petani Kopi Di Koprasi Radjo Solok di Aie Dingin. Beliau berkata “ Om Gepeng ? Tolong mampir rumah kami di Koto Baru, Pak Gepeng harus Lihat kebun Kami”. Itulah kalimat yg masih kami ingat saat ketemu pertama kali. Wajah Bu Nur kami sudah lupa, tapi semangat untuk kami kunjungi membuat wajah Bu Nur makin jelas. Koto Baru masih terletak di Solok, kurang lebih 1,5 jam ditempuh dengan sepeda motor. Jalan menanjak, Bebatuan dan kadang berlubang penuh air, itulah gambaran jalan menuju Kebun Bu Nur di Puncak Bukit Koto Baru. Rumah Bu Nur sendiri kurang lebih 3 kilometer dari jalan raya Solok-Kerinci.
Siang itu kami menajak bersama Mas Teuku Dan Mas wiwid , beliau adalah anggota koprasi Solok Radjo yg rajin terjun ke Lapangan Untuk terus mengedukasi Petani kopi . Jalan masih basah, sisa hujan semalam dan kadang kami jumpai jalan yg tertutup bebatuan dan tanah akibat longsor. Tiba di puncak bukit andong namanya, kami mendengar suara samar-samar…Hoi…Hoi…Itu pertanda ada orang di tengah kebun.
Kebun Kopi Bu Nur ada di Lereng bukit itu,menukik dan kabut kadang tiba2 datang. Beda dengan pohon kopi lainnya, di Kebun Bu Nur penaungnya dengan Pohon Markisa. Buah-buah markisa kalo musim panen, biasanya di kirim ke Medan atau Jakarta, ada truk yg mengambil di ujug desa itu. Kami langsung menghampiri suara dari semak-semak pohon kopi, lalu kami dengan gembira Bu Nur berkata “ Om Gepeng datang..”. ( beliau tidak bisa menyebut nama Pepeng, akhirnya dengan nama Gepeng). Dengan Jas Hujan tipis warna merah dan masih basah, Bu Nur menghampiri tim kami yang datang dari Aie Dingin. Obrolan banyak banget siang itu. Kami melihat pola petik kopi Bu Nur sudah benar, Biji Kopi merah matang yang beliau petik. Kegiatan memetik kopi di Lakukan dia bersama Suaminya. Hanya berdua, dengan jumlah 400 pohon plus markisa yg siap panen.
KOPI DAN KULIAH
Bu Nur Punya anak 5, yang 3 masih kuliah di Padang Dan kalimantan, yang 2 masuk pesantren di Alahan Panjang Solok. Semuanya masih butuh uang untuk biaya Hidup dan kuliah.
Siang itu Bu Nur bercerita soal kopi, kehidupan dan anaknya. Sampai sekarang Bu Nur jarang menerima uang dari hasil petik kopi (bahkan beliau sudah lupa kapan beliau ambil Uangnya). Jadi begini, biji kopi yg habis beliau petik, lalu di proses di rumah. Ketika sudah kering menjadi gabah dan siap dikupas, maka di serahkan ke Koprasi Solok Radjo ( Di Aie Dingin, 15 km dr Rumah Bu Nur). Uang hasil penjualan kopi tidak diambil Oleh Bu Nur, akan tetapi pihak Koprasi sesuai permintaan Bu Nur akan mentransfer ke beberapa nomer rekening anaknya yg masih kuliah di Padang dan Kalimantan.
Begitu besar cinta akan seoarang ibu, hingga beliau rela tidak menerima uang hasil penjualan kopinya.
KOPI DAN SIMBOL KETEGUHAN
Beberapa kali Bu Nur dapat cemooh dari tetangga, kenapa menanam kopi yg tumbuhnya lama ? Bu Nur salah satu petani yg melawan arus, dimana tetangga dan banyak tengkulak yg membali hasil bumi seperti sayur atau markisa, Bu Nur yg belum tahu kopi mau di Jual kemana, justru menanam. Kata Beliau dengan semangat, “ Ciptaan tuhan semua pasti bermanfaat, ntah bermanfaatnya kapan”, maka dari itu beliau tetep kekeh menanam kopi. Sekarang, dimana beliau setiap minggu panen dan menuai hasil dari menanam kopi, akhirnya banyak warga yg tergerak untuk menanam kopi juga.
Kopi dari kebun Bu Nur kami beli dengan Tunai saat kami trip ke Solok. Inilah info terkait kopi Bu Nur.
Arabica Koto Baru Solok
Bu Nur
Varietas : KARTIKA, KATIMOR
PUPUK ORGANIK ( PUPUK KANDANG)
POHON PENANUNG BUAH MARKISA
PROSES KOPI : SEMI WASH, DRY HULLING
KETINGGIAN : 1450 MDPL
LOKASI : PEGUNUNGAN ANDHONG,DESA KOTO BARU SOLOK
salam
Klink Kopi